Kereta api dengan suaranya yang berisik selalu membangunkanku pada pagi hari akhirnya membuatku penasaran ingin mencoba menaikinya.
Kereta api di Kota Padang sebenarnya baru beberapa tahun ini aktif kembali setelah Tambang Batu Bara di Kota Sawahlunto tidak beroperasi kembali. Setahu saya Kereta api kembali aktif dengan tujuan Padang - Pariaman dan Padang Panjang - Sawahlunto. Kereta tersebut sekarang melayani angkutan penumpang dan pariwisata.
Sebagai warga yang awam terhadap perkereta-apian hanya bisa menyangkan hal ini, karena sepengetahuan saya kota-kota besar di Sumatera Barat sudah terhubung dengan jalur kereta api. Mungkin, faktor biaya investasi yang sangat besar adalah kendala utama.
Kereta Api di Stasiun Pariaman
Berangkat dari Stasiun Kota Padang pukul 06.00 masih gelap namun ternyata penumpang cudah cukup banyak. Harga tiket yang sangat murah (Rp. 3.000,-) perjalanan yang nyaman dan aman adalah nilai tambah.
Penuh dedikasi.......
Jarak tempuh Padang - Pariaman kurang lebih 50km ditempuh selama kurang lebih 1 jam. Setelah singgah di Stasiun Lubuk Alung perjalanan dilanjutkan ke Kota Pariaman, namun sayang cuaca tidak bersahabat ketika tiba di Pariaman karena hujan turun terus hingga siang hari saat jadwal kembali ke Kota Padang.
Nasi Sek (sebungkus kenyang)
Padahal stasiun Kota Pariaman bersebelahan dengan Pantai Gandoriah nan elok, pantai landai yang berpasir halus dengan ombak yang tidak terlalu besar. Disekitar pantai juga tersedia nasi sek (sebungkus kenyang ) yang dibungkus dengan daun pisang.
Meski hujan tidak menyurutkan niat untk berjaualan
Kegiatan ekonomi dan juga aktifitas sosial masyarakat termasuk anak-anak banyak dilakukan di stasiun dan tempat-tempat sepanjang pantai.Lensa kamera mencoba menangkap untuk dapat bercerita kembali dalam blog ini.
1 tahun 4 bulan saat ini terasa singkat sekali...
Dulu...., jarum jam terasa enggan beranjak dari posisinya
Ujung Gading adalah Kanagarian yang terletak di Kabupaten Pasaman Barat, kira-kira 220 km dari Kota Padang dengan waktu tempuh +/- 5 jam perjalanan.
Taft yg setia di segala medan...
Jarak itu harus saya tempuh setiap minggu mengingat keluarga tinggal di Padang.
Jadi...kalau dihitung selama bertugas di Ujung Gading, sudah saya tempuh 220km x 2 (pp) x 4 (dlm 1 bulan) x 16 bulan = 28.160 km ...... wow...jauh amat...???
Pantai Sikabau nan elok
atau... 5 jam x 2 (pp) x 4 (dlm 1 bulan) x 16 bulan = 640 jam perjalanan
atau... 640 jam / 24 = 26,7 hari perjalanan mobil tanpa berhenti......wadow....untung gak kena wasir
Namun..., semua itu seakan tidak ada artinya, karena di Ujung Gading saya temukan tantangan, persahabatan, kekeluargaan, keterbukaan, dan semua hal indah...tanpa ada rasa permusuhan dan kebecian. Semua rasa itu saya dapati bukan hanya dari rekan kerja, namun juga dari seluruh masyarakat Ujung Gading.., juga induk semangku tempat saya menitipkan raga ini selama di sana.
adalah nama sebuah jorong di Nagari Ujung Gading, Kecamatan Lembah Melintang, Kabupaten Pasaman Barat. Jorong mungkin kalau di daerah lain di luar Sumatera Barat setara dengan RW (Rukun Warga), beberapa jorong membentuk sebuah ke-Nagarian dan beberapa Nagari di bawah kendali Kecamatan. Pemahaman itu mungkin saja salah, yang jelas bentuk pemerintahan ka-Nagarian hanya khusus di Sumatera Barat.
Ibu Kota Kecamatan Lembah Melintang terletak di Ujung Gading. Jarak Sigocar dari Pasar Ujung Gading kurang lebih 45 menit perjalanan dengan kendaraan roda empat. Sekilas pengamatan, warga Sigocar berasal dari suku Mandailing, bisa dimaklumi karena jarak ke Sumatera Utara hanya kurang lebih 30 km.
Sebagian besar lahan padi merupakan lahan tadah hujan
Mata pencarian warga Sigocar mengandalkan pengolahan pertanian berupa ladang yang ditanami palawija/jagung/padi tadah hujan, kebun karet, pembuatan gula aren, kelapa sawit, coklat, atau pinang. Tanaman padi hanya satu kali panen dalam setahun, dan hasil panen hanya untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga selama tahun berjalan.
Produksi gula aren dipasarkan pedagang bukan hanya ke Ujung Gading saja, bahkan hingga ke kota Padang. Sebagian besar warga Sigocar mempunyai pekerjaan sebagai penyadap dan pembuat gula aren.
Nira diambil dari pohon aren yg tinggi
Proses pemasakan nira secara tradisional
Nira dituang dalam wajan selama beberapa jam
Seorang pembuat gula aren biasa membeli hak panen pohon aren kepada pemilik lahan. Dalam sehari air nira diambil dua kali,yakni pagi hari dan sore hari yang harus langsung dimasak sebelum terjadi proses fermentasi. Dalam satu hari seorang petani aren bisa memanen 7 - 10 batang aren yang jaraknya saling berjauhan karena pohon aren tumbuh alami dan belum dibudidayakan.
Aktifitas kedai pada pagi hari
Kedai adalah sarana berkumpul bagi warga sebelum atau setelah melakukan aktifitas ekonomi, keberadaan kedai sungguhlah sangat berarti karena juga merupakan sumber informasi bagi sesama warga. Informasi apa saja cepat menyebar melalui kedai ini.
Seorang ibu & anaknya
Ibu rumah tangga biasa bersosialisasi di dekat-dekat kedai sambil mengasuh anak-anak mereka yang masih balita.